A FICTION.
Sebagai penunggu rumah yang baik, hampir setiap hari aku bebenah.
Demi kebersihan dan kesehatan penunggu yang tidak lain dan tidak bukan pasanganku.
Rumah kami bukan rumah tipe 60/100 bukan juga tipe bedeng pinggir kali.
Rumah kami adalah rumah sederhana yang di bangun dari bata demi bata kepercayaan dan tanggung jawab komitmen.
Untuknya,
Setiap hari aku bangun pukul 05.00, buru-buru mandi sebelum ia bangun dan menyeduh air panas untuk teh pagi.
memasak telur mata sapi, kadang-kadang nasi goreng, kadang-kadang roti oles mentega dan gula pasir.
menyetrika bajunya kalau kusut lagi, sampai pukul 06.30 aku mencium tangannya memberi doa dan restu untuk dia pergi bekerja.
pukul 07.30 aku mengayuh sepeda berbelanja untuk makan malam, satu jam di pasar, istirahat sebentar.
Lalu,
mencuci pakaian, sisa-sisa peluh kerja keras dia selama seharian,
menyapu dan mengepel seluruh sisi lantai agar alergi debu nya tidak kambuh,
menjemur bantal-bantal dan guling-guling di tempat tidur agar malam ia nyenyak,
masak makan malam dengan takaran garam dan bumbu yang sesuai karena ia sangat pemilih dalam makan
membersihkan kamar mandi dari lumut-lumut tipis di pinggir bak mandi agar tidak licin dan ia tidak terpeleset
mengangkat pakaian yang tadi siang di jemur dan menyetrikanya sehalus mungkin supaya ia terlihat rapi.
menata meja makan untuk makan malam dengannya.
Baru aku mandi dan bisa bernafas, sebentar.
18.05 dan ia pulang, dengan peluh dan letih. bau matahari.
Selalu aku sambut dengan senyuman.
Itulah rutinitasku selama dua tahun terakhir.
Akhir-akhir ini agak berbeda.
Ia tidak lagi tidur di kamar kami,
tidak juga meminum teh seduhan ku di pagi hari.
tidak pula pulang pukul 18.05.
Tapi hal yang sama adalah
aku tetap
bangun pukul 05.00, buru-buru mandi sebelum aku pikir ia sudah bangun
dan menyeduh air panas untuk teh pagi.
memasak telur mata sapi, kadang-kadang nasi goreng, kadang-kadang roti oles mentega dan gula pasir, walau ia tidak pernah sarapan lagi.
menyetrika bajunya kalau kusut lagi, sampai pukul 06.30 aku menunggunya di teras untuk mencium tangannya memberi doa dan restu untuk dia pergi bekerja.
pukul 07.30 aku mengayuh sepeda berbelanja untuk makan malam, satu jam di pasar, istirahat sebentar.
Lalu,
mencuci pakaian, sisa-sisa peluh kerja keras dia selama seharian,
menyapu dan mengepel seluruh sisi lantai agar alergi debu nya tidak kambuh,
menjemur bantal-bantal dan guling-guling di tempat tidur agar malam ia nyenyak,
masak makan malam dengan takaran garam dan bumbu yang sesuai karena ia sangat pemilih dalam makan
membersihkan kamar mandi dari lumut-lumut tipis di pinggir bak mandi agar tidak licin dan ia tidak terpeleset
mengangkat pakaian yang tadi siang di jemur dan menyetrikanya sehalus mungkin supaya ia terlihat rapi.
menata meja makan untuk makan malam dengannya.
Baru aku mandi dan bisa bernafas, sebentar.
Seiring tidak adanya ia di meja makan saat makan malam,
aku sadar cat rumah sudah mulai mengelupas,
retakan timbul disana-sini,
atap mulai bolong.
Sebagai penunggu rumah yang baik, hampir setiap hari aku bebenah.
walau ia tidak akan pernah pulang.
p.s: photo courtesy my family