12.7.13

Dua Seperempat - Empat

A FICTION.





"If only....."
Satu kalimat yang tidak akan pernah tuntas sampai entah kapan,
Kita
Kami
yang letih menjadi apa yang mereka ingin kan,
bukan kita dan kami yang butuhkan.

(1)
Malam sebenarnya tidak kelam dan dingin.
Malam hanya teman lama yang tidak ada kabarnya.
Aku bahkan menikahi malam,
lewat suram dan abu nya,
berjanji cinta lewat lorong-lorong sempit dan lapak-lapak pecel lele;
Ini lah panggungku.

(2)
Ada perasaan bingung dan kalut saat kau bangun pagi-pagi buta.
disaat langit masih disepuh bintang dan keemasan matahari,
usia 10 tahun pun terasa sangat tua.
dan perasaan saat selesai mandi,
sadar kamu tidak suka memakai handuk dilipat dekat ketiak,
bukan di bawah pusar.
sadar kamu lebih suka melihat ibu memoles gincu,
bukan melihat ayah duduk minum kopi.
sadar bahwa kamu tidak suka jam pelajaran olahraga,
tapi mencintai pelajaran kesenian menari.
sadar bahwa boneka adalah mainan kesukaanmu,
bukan mobil-mobil kayu di cat poles mewah.
Saat itu kamu sadar, kamu berbeda. 
Berbeda dengan cara yang spesial.

(3)
Kalau orang-orang tinggi itu membunuh waktu dengan makan enak di restoran mewah,
aku cukup dengan tidur di kosan dan berkhayal.
Mempunyai uang lebih dari cukup untuk membeli alat kosmetik ternama dan
kostum-kostum berkilau impianku.
Seminggu dua kali tampil di New York, kota yang jauh sekali,
yang aku kenal lewat majalah wanita yang kutemukan di tong sampah Salon Anita,
bersama idolaku RuPaul, membuka shownya dengan talentaku.
Hanya ada panggung besar, lampu sorot dan aku dengan kostum yang berkilau.
Meniru penyanyi-penyanyi kesukaanku,
Menari dengan penari latar ku,
Dan semua bersorak untuk ku!

(4)
Di caci maki, diludahi, disumpahi bahkan dikutuk,
adalah makananmu sehari-hari.
kamu tumbuh dari bilik-bilik kesepian dan amarah orang-orang
yang tidak bisa memandangmu sepenuh hati.
Satu-satunya yang bisa membuatmu tetap berdiri diatas tanah adalah
kamu percaya Tuhan masih mencintaimu apa adanya.
Kamu belajar memahami dunia lewat kegigihanmu.
Pada akhirnya, kamu bisa melakukan apa yang mereka tidak bisa lakukan:
Menjahit, memasak, membuat kue, merangkai bunga, menyanyi, menari, berbahasa, membuat yang disekelilingmu bahagia,
sesuatu yang aku lihat dari mataku dan aku makin jatuh cinta dengan segala talentamu.
Dan ketika melihat matamu yang polos diantara kilauan pulasan kosmetik, menceritakan mimpi-mimpimu, harapan-harapanmu, semuanya murni,
Kamu adalah sederhana dan naif.
Mengapa mereka tidak bisa melihat lebih dalam?
Mengapa mereka tidak bisa menerima segala keindahanmu?
Mereka jelas-jelas buta dan tuli.

(5)
Pukul 21.00
Aku sudah mandi bersih.
Memoles alas bedak dan menabur bedak anti lunturku,
memakai gincu merahku,
mengoleskan celak hitam di kelopak mataku.
Korset payet kesayanganku makin lama makin kebesaran,
usahaku mempertahankan hidup lewat mengabaikan makan pagi dan malam.
Setelah memakai stoking hitam, wig rambut ikal dan sepatu tumit tinggi,
aku siap melangkah keatas panggungku malam ini.
Ditemani radio kaset pinjaman Ses Tasya, aku berencana menunjukan talentaku keseluruh jalanan raya Matraman dan sekitarnya.
Ku tutup gorden dan ku kunci pintu kostanku.
Aku sudah siap di backstage, rasanya penonton memanggil-manggil tak sabar ingin melihat aksi ku.



Kita
Kami
yang mencintaimu, dunia ini, 
yang membenci kami.
Kita
Kami
yang akhirnya mati sia-sia di taman, di trotoar dan di kamar-kamar gelap,
yang sebenarnya hanya ingin memberikan kesederhanaan lewat kebahagiaan.
Kita
Kami
adalah kalian.







p.s: teruntuk para Drag Queen di luar sana, dan untuk mengenang Tata Dado.